Latar Belakang
Akses keuangan merupakan hak dasar bagi seluruh masyarakat dan memiliki peran penting dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Hal ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 bahwa salah satu sasaran penguatan sektor keuangan dalam lima tahun mendatang adalah meningkatnya akses masyarakat dan UMKM terhadap layanan jasa keuangan formal dalam kerangka pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan.
Hasil Survei Nasional Literasi Keuangan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa tingkat pemahaman masyarakat terhadap produk serta layanan jasa keuangan masih rendah yaitu hanya 21,84%, sementara tingkat inklusi keuangan mencapai 59,74%. Tingkat literasi dan inklusi tersebut tidak merata di sektor jasa keuangan, dimana tingkat literasi dan inklusi sektor perbankan relatif lebih tinggi dari pada sektor keuangan lainnnya. Dalam berbagai forum kebijakan publik, isu akses keuangan sering dikaitkan dengan upaya untuk mendorong UMKM dan sektor produktif.
Dalam pertemuan tahunan OJK dengan pelaku industri jasa keuangan tanggal 15 Januari 2016 yang dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia, disebutkan perlunya upaya nyata untuk mendorong kegiatan ekonomi produktif melalui pemberdayaan kemampuan UMKM, pengembangan ekonomi daerah, dan penguatan sektor ekonomi prioritas.
Hal ini memerlukan program yang mampu mempercepat akses keuangan di daerah dalam rangka menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata, partisipatif, dan inklusif. Program percepatan akses keuangan tersebut sangat membutuhkan peran aktif dari Pemerintah Daerah dan stakeholders terkait. Untuk itu, OJK dan Kementerian Dalam Negeri serta institusi terkait lainnya membentuk Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah atau yang disingkat dengan TPAKD.